![]() |
Puluhan orang sedang berziarah di kompleks Pasarean Batu Ampar. |
PROPPO-Salah satu wisata religi islami
yang ada di Kota Gerbang Salam Pamekasan, yaitu Pesarean Batu Ampar di
Desa Batu Ampar, Kecamatan Proppo. Kompleks itu merupakan pemakaman
keluarga para ulama Batu Ampar sejak ratusan tahun silam. Pemakaman itu
selalu ramai di datangi para peziarah.
Ratusan peziarah datang silih berganti. Seperti peziarah pada
umumnya, sesampainya di Pesarean Batu Ampar mereka langsung melakukan
berbagai amalan ibadah. Mulai dari tahlil dan doa bersama serta membaca
Alquran. ”Ya seperti itulah kegiatan peziarah di sini. Seperti pada umumnya orang beziarah,” terang salah satu pengurus pesarean, Zainal.
Menurut Zainal, jumlah peziarah membeludak pada hari Jumat hingga
Minggu. Selama tiga hari itu, baik siang maupun malam para peziarah
begitu ramai. ”Pada hari-hari biasa jumlah peziarah tidaklah banyak,”
ungkapnya.
Menariknya, banyak juga musafir yang menginap di kompleks pemakaman
itu. Para musafir biasanya melakukan amalan tirakat. Informasinya,
mereka tidak hanya bermukim dalam hitungan minggu dan bulan, bahkan ada
juga yang menginap sampai setahun lebih.
Peziarah mayoritas berasal dari luar Madura. Lazimnya, berasal dari
Kalimantan hingga mancanegara. Kompleks Buju’ Batu Ampar begitu terkenal
hingga ke luar Madura. Sebab, di antara ulama yang dimakamkan di sana
aktif menyebarkan syiar Islam secara berpindah-pindah.
Terkait peziarah yang datang dari mancanegara, biasanya berasal dari
Malaysia dan Arab Saudi. Biasanya mereka adalah kalangan ulama juga.
Selain dikenal dengan ketinggian ilmu agamanya, para Buju’ Batu Ampar dikenal juga sebagai para petapa. Sejarah menyebutkan buju’
pertama yang datang ke daerah itu, yakni Syekh Abd. Mannan atau dikenal
dengan Buju’ Kosambi. Dia datang dari Bangkalan. Pada waktu itu, di
wilayah Batu Ampar masih berupa perbukitan. Tanda-tanda aktivitas
manusia juga masih belum tampak.
Singkat cerita, di tempat baru itu sang syekh menjalankan tirakat
atau tapa. Di bawah pohon kosambi, sang ulama melakukan tirakat selama
21 tahun. Begitu juga keturunan-keturunan sang syekh setelahnya, juga
dikenal sebagai petapa. Selama melaksanakan pertapaan, banyak kejadian
luar biasa terjadi. Sebagian cerita kejadian di luar nalar masih ada,
seperti adanya air yang mengalir ke daerah perbukitan di Kampung Aeng Nyono’. (man/mad)
Sumber: http://radarmadura.co.id
Artikel yang berhubungan:
0 komentar:
Posting Komentar